Jumat, 29 November 2013

48. SISTEM PENGAWASAN BANK OLEH BANK INDONESIA

SISTEM PENGAWASAN BANK OLEH BANK INDONESIA
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk menyempurnakan sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan yang diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.
1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian.
2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision)
Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk)pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank.
Jenis-Jenis Risiko Bank :
  • Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.
  • Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar.
  • Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.
  • Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
  • Risiko Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.
     
  • Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
  • Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
  • Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
49. Pengawasan melekat
LAN RI mengemukakan pengertian Pengawasan melekat (Waskat) yaitu pengawasan yang dilakukan oleh setiap pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya.
Pengawasan melekat sebagai salah satu kegiatan pengawasan, merupakan tugas dan tanggung jawab setiap pimpinan untuk menyelenggarakan manajemen atau administrasi yang efektif dan efisien di lingkungan organisasi atau unit kerja masing-masing, baik di bidang pemerintahan maupun swasta. Peningkatan fungsi pengawasan melekat di lingkungan aparatur pemerintah bertolak dari motivasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, dengan cara sedini mungkin mencegah terjadinya kekurangan dan kesalahan dalam merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas di lingkungan organisasi atau unit kerja masing-masing. Pelaksanaan pengawasan melekat yang demikian tersebut dapat mengurangi dan mencegah secara dini terjadinya berbagai kelemahan dan kekurangan aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas pokok masing-masing.
Situmorang mengatakan bahwa pengawasan melekat yaitu berupa tindakan atau kegiatan usaha untuk mengawasi dan mengendalikan anak buah secara langsung, yang harus dilakukan sendiri oleh setiap pimpinan organisasi yang bagaimanapun juga.
Suatu proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi yang dilakukan secara berdaya dan berhasil guna oleh pimpinan unit/organisasi kerja terhadap fungsi semua komponen untuk mewujudkan kerja di lingkungan masing-masing agar secara terus menerus berfungsi secara maksimal dalam melaksanakan tugas pokok yang terarah pada pencapaian tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, Waskat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pimpinan dapat diartikan Atasan Langsung atau disebut juga pejabat yang karena struktur organisasinya atau kewenangan khususnya termasuk proyek, membawahi dan wajib mengawasi pegawai bawahan. Bawahan adalah mereka yang bertanggung jawab serta wajib melapor kepada atasan tentang pelaksanaan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Pengertian tersebut mengandung pemahaman bahwa fungsi pengawasan melekat merupakan salah satu aspek kepemimpinan yang harus dipunyai oleh seorang pemimpin, dalam memberikan tugas atau tanggung jawab kepada orang-orang yang dipimpinnya, agar arah, sasaran dan tujuan pelaksanaan tugas atau tanggungjawab tersebut tidak menyimpang dan selesai sesuai dengan perencanaan atau ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, pengawasan melekat yang dimaksud tentu bermakna luas dan menjadi bagian integral dari konsep dan gaya kepemimpinan seseorang.
Pelayanan Publik dan Pengawasan Melekat
Saat sekarang kinerja pelayanan  publik yang dilaksanakan oleh pemerintah dituntut untuk lebih baik. Dalam banyak hal memang harus diakui bahwa kinerja pelayanan publik pemerintah masih buruk. Hal ini disebabkan antara lain adalah ; pertama, tidak ada sistem insentif untuk melakukan perbaikan. Kedua, buruknya tingkat pengambilan inisiatif dalam pelayanan publik, yang ditandai dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada aturan formal (rule driven) dan petunjuk pimpinan dalam melakukan tugas pelayanan.
Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah digerakkan oleh peraturan dan anggaran bukan digerakkan oleh misi. Dampaknya adalah pelayanan menjadi kaku, tidak kreatif dan tidak inovatif sehingga tidak dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat yang selalu berkembang. Ketiga, budaya aparatur yang masih kurang disiplin dan sering melanggar aturan. Keempat, budaya paternalistrik yang tinggi, artinya aparat menempatkan pimpinan sebagai prioritas utama, bukan kepentingan masyarakat.
Masalah pelayanan masyarakat yang diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah merupakan satu masalah penting bahkan seringkali variabel ini dijadikan alat ukur menilai keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas pokok pemerintah. Begitu juga halnya di daerah masalah pelayanan publik sudah menjadi program pemerintah yang harus secara terus menerus ditingkatkan pelaksanaannya.
Adanya pembuatan  metode/sistem pelayanan publik ternyata tidak otomatis mengatasi masalah yang terjadi, sebab dari hari ke hari keluhan masyarakat bukannya berkurang bahkan semakin sumbang terdengar. Hal ini menunjukkan bahwa misi pemerintah yaitu sebagai public services masih belum memenuhi harapan masyarakat. Sudah mulai sekaranglah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang serius dalam upaya peningkatan dan perbaikan mutu pelayanan.
Antisipasi terhadap tuntutan pelayanan yang baik membawa suatu konsekuensi logis bagi pemerintah untuk memberikan perubahan-perubahan terhadap pola budaya kerja aparatur pemerintah. Sebagai upaya melakukan perubahan tesebut Menteri Pendayagunaan Aparatur telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dalam surat keputusan tersebut, untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah diberikan arahan mengenai prinsip-prinsip pelayanan publik, yaitu antara lain prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan dan tanggung jawab serta kedisiplinan.
Untuk menerapkan  prinsip-prinsip pelayanan publik diatas, tentunya memerlukan suatu dukungan pembuatan kebijakan. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah dengan melaksanakan Pengawasan Melekat di seluruh unit kerja pemerintah. Secara konsepsional sebenarnya kebijakan Pengawasan Melekat dilingkungan pemerintah sudah telah lama diterapkan.  Istilah Pengawasan Melekat setidaknya telah digunakan secara formal untuk pertama kalinya dalam Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Kemudian, dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pengawasan Melekat.
Pengertian Pengawasan Melekat seperti yang termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pengawasan Melekat merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus-menerus, dilakukan atasan langsung terhadap bawahannya, secara preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  
Namun, suatu kebijakan tidak begitu saja dapat diimplementasikan dengan baik. Disisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik terus meningkat seiring dengan meningkatnya dinamika masyarakat itu sendiri. Bila tidak diimbangi dengan konsestensi pelaksanaan kebijakan atau betapa banyak kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah maka hasilnya tetap saja dirasakan kurang memuaskan.

Contoh Pengawasan Melekat
        
         Pembangunan aparatur negara dan sistem pengawasan pembangunan dalam Repelita VI diarahkan pada peningkatan penertiban, penyempurnaan, dan pembinaan keseluruhan unsur aparatur negara dan pengawasan pembangunan baik aspek kelem-bagaan, aspek kepegawaian, maupun aspek ketatalaksanaannya. Di samping itu, pembangunan bidang ini juga diarahkan untuk meningkatkan dan memantapkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah serta keterpaduan dan konsistensi pe­laksanaan pengawasannya.
         Sasaran pembangunan aparatur negara dalam  Repelita VI adalah tertatanya manajemen aparatur negara untuk meningkatkan kualitas, kemampuan, dan kesejahteraan aparatur negara, serta terwujudnya kepegawaian negara  yang  berkualitas,  profesional, ahli, terampil, dan memiliki jiwa kepemimpinan, semangat pengabdian, dan disiplin yang tinggi, serta taat dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Menjadi sasaran pula terwujudnya sistem administrasi negara yang makin andal, profesional, efisien, efektif, serta tanggap terhadap aspirasi rakyat dan terhadap dinamika perubahan lingkungan strategis; mampu menjamin kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan umum dan pembangunan; meningkatnya kemampuan aparatur pemerintah baik pusat maupun daerah dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan umum dan pembangunan, khususnya dalam melayani, mengayomi, mendorong dan me-numbuhkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan; serta tanggap terhadap permasalahan, kepentingan, dan kebutuhan rakyat, terutama yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Sasaran lainnya adalah meningkatnya perwujudan otonomi daerah di tingkat II yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggung jawab; meningkatnya kemampuan kelembagaan dan efisiensi serta efektivitas pelaksanaan fungsi dan peranan aparatur kecamatan dan pemerintahan desa dan kelurahan; terwujudnya sistem kearsipan yang andal; serta makin mantapnya sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian kegiatan seluruh aparatur pemerintah.
         Kebijaksanaan yang ditempuh untuk mencapai berbagai sasaran tersebut pada pokoknya adalah meningkatkan disiplin aparatur negara, memantapkan organisasi kenegaraan, mendaya-gunakan organisasi pemerintahan, menyempurnakan manajemen pembangunan, dan meningkatkan kualitas dan kesejahteraan sumber daya manusia aparatur negara. Berbagai kebijaksanaan ini dijabarkan antara lain ke dalam empat program pokok dan tiga program penunjang. Program pokok meliputi program : (a) pe- ningkatan prasarana dan sarana aparatur negara; (b) peningkatan efisiensi aparatur negara; (c) pendidikan dan pelatihan aparatur negara; dan (d) penelitian dan pengembangan aparatur negara. Sedangkan program penunjang terdiri dari program : (a) pengem-bangan informasi pemerintahan; (b) pendayagunaan sistem dan pe-laksanaan pengawasan, dan (c) pengembangan hukum administrasi negara.
         Sasaran akhir pendayagunaan pengawasan pembangunan dalam Repelita VI adalah terciptanya daya guna dan hasil guna pembangunan secara optimal. Hal tersebut dicapai dengan memadukan pendayagunaan sistem pelaksanaan dan pengawasan pembangunan yang terarah pada penyesuaian dan penyederhanaan berbagai prosedur pelaksanaan pembangunan; peningkatan koordinasi penyusunan rencana pelaksanaan pembangunan baik sektoral maupun regional serta sistem pemantauan, pelaporan, pengawasan, dan pengendalian pelaksanaan; pengembangan sistem komunikasi melalui peningkatan sistem informasi pembangunan; peningkatan keserasian dan keterpaduan pelaksanaan kebijak-sanaan, program, dan proyek pembangunan yang bersifat lintas sektoral, regional, daerah, dan lembaga baik yang sumber dananya dari APBN maupun APBD; peningkatan efisiensi dan efektivitas sistem pelaksanaan dan pengawasan keuangan negara dan pembangunan; peningkatan keterpaduan antara pengawasan melekat, pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat; pembudayaan pengawasan melekat; peningkatan kemampuan teknis dan manajerial aparatur pemerintah, serta pelayanan kepada masyarakat.
         Untuk mewujudkan berbagai sasaran tersebut, kebijaksanaan yang ditempuh mencakup pendayagunaan keseluruhan sistem pelaksanaan dan pengawasan pembangunan yang dilakukan sedini mungkin sejak tahap perencanaan dengan memantapkan sistem pe- rencanaan penyusunan program dan anggaran, kualitas sumber daya manusia, sistem pemantauan, pengendalian dan pertanggung- jawaban, serta keterpaduan dan konsistensi pelaksanaan pengawasan pembangunan.
         Kebijaksanaan di bidang pengawasan ini dijabarkan  dalam dua program pokok dan tiga program penunjang. Program pokok meliputi program :
a)pendayagunaan sistem dan pelaksanaan pengawasan
b)      pembinaan dan pemasyarakatan pengawasan.

   Sedangkan program penunjang terdiri dari program :
a)pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan pengawasan
b)      pengembangan informasi pengawasan
c)penerapan dan penegakan hukum.

Sumber : http://iyasyusuf.blogspot.com/2012/09/pengawasan-melekat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar