Perencanaan Pendidikan
Beberapa
defenisi perencanaan pendidikan :
Menurut
Guruge (1972), perencanaan pendidikan adalah proses mempersiapkan
kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan adalah
tugas dari perencanaan pendidikan.
Albert Waterston mengemukakan ( dalam Don Adams, 1975) bahwa perencanaan
pendidikan adalah investasi pendidikan yang dapat dijalankan dan
kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang didasarkan atas pertimbangan ekonomi dan
biaya serta keuntungan sosial.
Menurut Coombs ( 1982 ), perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang
rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan
agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan para peserta didik dan masyarakatnya.
Dari beberapa defenisi para ahli di atas, dapat dipahami beberapa unsur penting
yang terkandung dalam perencanaan pendidikan antara
lain: Penggunaan analisis yang bersifat rasional dan sistematik
dalam perencanaan
pendidikan, hal ini menyangkut metodologi dalam perencanaan. Pendekatan
perencanaan pendidikan antara lain : model pendekatan Social Demand, Man
Power, Cost Benefit, Strategic dan Comprehensive.
B.
Beberapa Pendekatan Perencanaan Pendidikan
Perencanaan
pendidikan sangat erat kaitannya dengan struktur penduduknya. Beberapa
alternatif pendekatan dalam perencanaan yaitu pendekatan kebutuhan sosial
(social demand aproach), pendekatan kebutuhan ketenagakerjaan (Manpower
approach), pendekatan efisiensi biaya ( rate of education, rate of return,
cost benefit ratio).
1.
Pendekatan Kebutuhan Sosial ( Social Demand Approach )
Pendidikan ini menitikberatkan pada tujuan pendidikan yang mengandung misi
pembebasan terutama bagi negara-negara berkembang yang kemerdekaannya
baru saja diperoleh setelah melalui perjuangan pembebasan yang amat lama.
Pendidikan membebaskan rakyat dari ketakutan, dari penjajahan, dari
kebodohan dan dari kemiskinan. Misi pembebasan yang menjiwai tuntutan
terhadap pendidikan merupakan aspirasi politik rakyat, karena itu tuntutan
sosial ini merupakan tekanan keras bagi penyelenggara pendidikan. Dengan
melihat karakteristik tuntutan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan
ini lebih menekankan pemerataan kesempatan atau kuantitatif, dibandingkan aspek
kualitatif. Contoh dari penerapan pendekatan ini adalah “ Wajib Belajar
Sekolah Dasar “.
Perencanaan pendidikan dengan pendekatan kebutuhan sosial harus memperkirakan
kebutuhan pada masa yang akan datang dengan menganalisa:
- Pertumbuhan
penduduk.
- Partisipasi
dalam pendidikan ( yakni dengan menghitung prosentase penduduk yang
bersekolah).
- Arus
murid dari kelas satu ke kelas yang lebih tinggi dan dari satu
tingkat ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi ( misalnya dari SD
ke SLTP ke SMA dan keperguruan tinggi).
- Pilihan
atau keinginan masyarakat dari individu tentang jenis-jenis pendidikan.
Ada tiga kelemahan pendekatan kebutuhan sosial yaitu:
- Pendekatan
ini mengabaikan masalah alokasi dalam skala nasional, dan secara samar
tidak mempermasalahkan besarnya sumber daya yang dibutuhkan karena
beranggapan bahwa penggunaan sumber daya pendidikan yang terbaik adalah
untuk segenap rakyat Indonesia.
- Pendekatan
ini mengabaikan kebutuhan perencanaan ketenagakerjaan (manpower
planning ) yang diperlukan di masyarakat sehingga dapat menghasilkan
lulusan yang sebenarnya kurang dibutuhkan masyarakat.
- Pendekatan
ini cenderung hanya menjawab pemerataan pendidikan saja sehingga kuatitas
lulusan lebih diutamakan ketimbang kualitasnya.
2.
Pendekatan Kebutuhan Ketenagakerjaan
Menurut A.W. Guruge (1972), pendekatan kebutuhan ketenagakerjaan bertujuan
mengarahkan kegiatan pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional
akan tenaga kerja ( manpower atau person power).
Pendekatan ini mengutamakan kepada keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan
tuntutan terhadap kebutuhan tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan
seperti sektor ekonomi, pertanian, perdagangan dan industri. Tujuan yang akan
dicapai adalah bahwa pendidikan itu diperlukan untuk membantu lulusan
memperoleh kesempatan kerja yang lebih baikhingga tingkat kehidupannya dapat
diperbaiki melalui penghasilan karena dikaitkan langsung dengan usaha pemenuhan
kebutuhan dasar setiap orang. Apabila dikaji dari semakin membengkaknya angka
pengangguran, maka keperluan mempertemukan kepentingan dunia pendidikan dengan
dunia kerja semakin mendesak. Pendidikan kejuruan dan teknologi baik pada
tingkat menengah maupun tingkat universitas merupakan prioritas. Untuk memenuhi
tuntutan relevansi seperti disebutkan di atas , kurikulum dikembangkan
sedemikian rupa hingga lulusan yang merupakan output sistem
pendidikan siap pakai di lapangan. Implikasi dari pendekatan ini adalah
pendidikan harus diorientasikan kepada pekerjaan yang mungkin diperlukan di
pasaran kerja. Contoh penerapan pendekatan ini adalah diterapkannya
Pendidikan Sistem Ganda melalui Kebijakan Link and Match.
Pendekatan ketenagakerjaan mempunyai tiga kelemahan, yaitu :
a.
Mempunyai peranan yang terbatas terhadap perencanaan
pendidikan, karena
pendekatan ini mengabaikan sekolah menengah umum
karena hanya akan
menghasilkan pengangguran saja, pendekatan ini lebih mengutamakan
sekolah
menengah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja.
b.
Menggunakan klasifikasi dan rasio permintaan dan persediaan .
c.
Tujuan utamanya untuk memenuhi dunia kerja, di sisi lain tuntutan
dunia kerja
selalu berubah-ubah dengan cepatnya.
Masalah yang timbul dalam perencanaan tenaga kerja terutama bagi negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia, antara lain:
- Jenis
dan jumlah lapangan kerja.
- Persyaratan
yang jelas mengenai mutu personil yang dituntut oleh pasaran tenaga kerja.
- Perbandingan
jumlah personil berdasarkan jenjang keahlian.
- Kebutuhan
yang riil akan tenaga kerja.
Oleh karena itu perencanaan yang realistis menjadi sangat penting terhadap akan
terjadinya masalah-masalah yang akan dihadapi di kemudian hari dalam kaitannya
dengan tenaga kerja yang akan diharapkan. Dengan menggunakan pendekatan tadi
berusaha mencari keseimbangan antara lapangan kerja yang tersedia atau akan
tersedia di masa depan dengan jumlah murid yang diizinkan memasuki
jalur pendidikan yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja itu. Dengan demikian
jumlah murid yang diizinkan mengikuti suatu jenis pendidikan tertentu dilihat
sebagai akibat dari penyesuaian kebutuhan dari lapangan kerja tertentu.
3.
Pendekatan Efisiensi Biaya ( Rate of Education,
Rate of Return, Cost
Benefit Ratio).
Menurut Guruge ( 1972 )
, pendekatan efisiensi ini mengandung pengertian yaitu penentuan besarnya
investasi dalam dunia pendidikan sesuai dengan hasil, keuntungan atau
efektivitas yang akan diperoleh.
Pendekatan ini bersifat ekonomi dan
berpangkal dari konsep Investment in Human Capital atau investasi
pada sumber daya manusia. Setiap investasi harus mendatangkan keuntungan yang
dapat diukur dengan nilai moneter. Pendidikan memerlukan investasi yang besar
dan karena itu keuntungan dari investasi tersebut harus dapat
diperhitungkan bilamana pendidikan itu memang mempunyai nilai ekonomi.
Pendidikan ini menitikberatkan pemanfaatan biaya secermat mungkin untuk
mendapatkan hasil pendidikan yang seoptimal mungkin, baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Pendidikan ini hanya diadakan jika benar-benar memberikan
keuntungan yang relatif pasti, baik bagi penyelenggara maupun peserta didik.
Sebagai contoh: pembukaan sekolah-sekolah Magister Manajemen, Magister Bisnis
Administrasi, dan kursus-kursus.
Pendekatan Cost benefit didasarkan pada asumsi bahwa:
- Sumbangan
seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding dengan tingkat
pendidikannya.
- Perbedaan
pendapat di masyarakat disebabkan oleh perbedaan dalam pendidikan
dan bukan perbedaan kemampuan atau latar belakang sosial.
Kelemahan
pendekatan ini adalah pengelolaan dana pendidikan terutama di negara berkembang
masih sangat lemah.
Sumber : http://biologi-lestari.blogspot.com/2013/03/perencanaan-pendidikan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar